Pencabutan IUP Mineral dan Batubara, Terlambat Patut diaprisiasi


Dr. Siti Kotijah, S.H., M.H

(Dosen Fakultas Hukum UNMUL Bidang Hukum Lingkungan) 

 

Pertambangan mineral dan batubara secara aspek hukum perizinan sudah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, setelah perubahan UU No.3 Tahun 2020 jo UU No.4 Tahun 2009, dirubah lagi UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Konsekuensi perubahan ini, kewenangan Pemerintah Daerah atau Provinsi atas pemberian izin Minerba, diserahkan di Pemerintah Pusat. Perubahan ini, tidak koheren pada Pasal 14 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda.

Permasalahan Minerba, dan tanggungjawab lingkungan secara otonomis berpindah ke Pemerintah Pusat. Namun langkah-langkah perbaikan lingkungan, perizinan, illegal mining masih belum beranjak dan makin rumit, serta hanya memindahkan masalah ke Pemerintah Pusat. Pemerintah pada awal memegang kewenangan IUP, sudah memberi warning untuk pencabutan kepada pemegang IUP yang nakal untuk memenuhi persyaratan-persyaratan dan pembayaran pajak, PNBP, Royalti, Jamrek, Jamtum, serta syarat Amdal, UKL/UPL, SPPL, dan lainya untuk segera dipenuhi.

Seiring berjalan waktu setelah dua tahun verifikasi perizinan, pada tanggal 12 Agustus 2022, Pemerintah Pusat melalui Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia telah mencabut 2.065 Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Proses pencabutan ini, menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo, disebabkan ribuan pemegang IUP tersebut hanya memegang IUP, tetapi melakukan usaha. Pola - pola lama yang dilakukan pembiaran, tiba-tiba beralih, dipindahtangankan, sehingga banyak lahan - lahan terlantar, dan pemasukan negara nol.

Pencabutan izin dari 2.078 IUP, yang sudah tercabut adalah sebesar 2.065 izin atau 98,4% dengan lahan sebesar 3.107.708,3 hektar. Jumlah itu terdiri dari 306 IUP Batubara 306 seluas 9.413 hektar, 307 IUP timah 307 seluas 445.352 hektar, 106 IUP nikel seluas 182.094 hektar. Lalu, 71 IUP emas seluas 544.708 hektar, 54 IUP bauksit seluas 356.328 hektar dan 18 IUP tembaga seluas 70.663 hektar. Selain itu, ada 1.203 IUP mineral lainnya seluas 599.126 hektar. Mineral lainnya ini termasuk dengan galian C.

Pemegang IUP yang dicabut sebanyak 2.078 IUP, pemerintah masih memberikan kesempatan untuk melakukan upaya administrasi berupa untuk keberatan. Upaya administrasi keberatan ini, IUP yang dicabut akan diverifikasi ulang, dan praktek sudah berproduksi. Apabila ada kesalahan atau kekhilafan dari pemerintah, maka pemerintah kembalikan izin.

Pencabutan IUP secara otomatis berdampak pada penataan lahan bekas IUP. Momen ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), untuk segera melakukan pembenahan terhadap lahan - lahan terlantar akibat IUP tersebut. Hal tersebut mengingat dunia saat ini dalam krisis pangan dan energi, pemanfaatan lahan dapat dilakukan maksimal, dengan program yang tepat untuk kesejahteraan masyarakat.

Lahan - lahan terlantar, segera dilakukan penataan lahan setelah IUP dicabut. Lahan - lahan ex IUP yang tidak dilakukan operasi produksi, yang belum dilakukan reklamasi, atau pasca tambang, yang dibiarkan akan memungkinkan untuk dinegoisasi ulang dengan Pemerintah Pusat. Penataan lahan dari IUP Kaltim yang paling banyak, ini akan memberi nilai ruang pemanfaatan yang signifikan untuk dikelola masyarakat, sebagai ketahanan pangan ke depan.

Published Date : 16/08/2022 15:42:00