Diskusi dalam bentuk talk show ini, terasa semakin hidup karena menampilkan pembawa acara TV nasional, Rosiana Silalahi sebagai moderator dengan beberapa pembicara, antara lain pengamat energi, Abdul Muin, serta Metta Dharmasaputra, jurnalis yang banyak menulis tentang energi nasional.
Pria yang sering menulis di Majalah Tempo ini menyampaikan, porsi sumbangan migas bagi pendapatan Negara telah menurun. “Bila pada masa orde baru, migas menyumbang 70 persen pendapatan Negara, pada 2012, dari total pendapatan lebih dari 1.290 triliun, migas hanya menyumbang sekitar 22 persen dari total penerimaan Negara,” ucapnya di diskusi yang dipandu pula oleh pembaca berita kondang, Bayu Sutiyono.
Dengan rasio penemuan cadangan rata-rata 30 persen, tambahnya, Indonesia termasuk wilayah yang menjanjikan dibandingkan Negara lain di Asia Tenggara. Namun demikian, katanya, temuan cadangan migas sangat beruntung pada iklim investasi.
Ketika iklimnya kondusif, aktivitas eksplorasi meningkat, sehingga potensi menemukan cadangan sangat besar. “Namun, saat iklim memburuk karena muncul ketidakpastian, eksplorasi ikutan menurun,” katanya.
Sementara, menurut Abdul Muin, ketidakpahaman publik juga masih terasa dalam memaknai bisnis migas hulu ini. Misalnya dicontohkan anggota tenaga ahli Komisi Pengawas SKK Migas ini, apa yang terjadi di Kota Samarinda, jika terjadi kelangkaan BBM tidak dapat diartikan bahwa ini jadi urusan perusahaan asing yang bergerak di bidang hulu.
“Urusan kelangkaan BBM itu jadi urusan distribusi Pertamina. Harus bisa dibedakan antara urusan hulu dan distribusi,” jelas Abdul Muin.
Diskusi yang bertujuan membuka pemahaman mahasiswa Unmul atas dunia energi itu. Ditutup dengan sambutan oleh Pembantu Rektor III Unmul, Prof. Dr. Ir. H. Heminuddin., MM, dilanjutkan dengan pemberian cinderamata dan sesi foto bersama. (hms/frn)
Published Date : 28/04/2014 00:00:00