Kisah Inspiratif, Pasangan Guru Besar UNMUL Ini Berhasil Loncat Jabfung


Kenal Lebih Dekat dengan Pasangan Profesor di Faperta UNMUL

Guru Besar (GB) merupakan jabatan fungsional tertinggi di Perguruan Tinggi. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terbesar dan tertua di Kalimantan Timur (Kaltim), Universitas Mulawarman (UNMUL), menorehkan catatan sejarah baru dalam capaian Guru Besar atau yang lazim disebut Profesor.

Terbaru, melalui Fakultas Pertanian (Faperta), UNMUL melahirkan dua orang Guru Besar baru dalam Bidang Bioteknologi Tanaman. Adalah Prof. Widi Sunaryo, S.P., M,Si., Ph.D serta yang menarik adalah dibidang ilmu, almamater, fakultas hingga Program Studi yang sama yaitu Agroekoteknologi sang istri juga meraih gelar Profesor. Beliau adalah Prof. Dr. sc. agr. Nurhasanah, S.P., M.Si.

Tidak hanya disitu, kebanggaan sebagai pribadi dan lembaga juga ditorehkan kedua pasangan akademisi ini karena gelar GB yang didapatkannya diperoleh dengan melakukan loncat Jabatan Fungsional (Jabfung) dari jabatan Lektor melesat menjadi Guru Besar, tanpa melewati jabatan Lektor Kepala sebagaimana kenaikan reguler jabatan akademik bagi seorang Dosen.

Diketahui, sesuai dengan istilah, loncat Jabfung, seperti dilansir dari website LLDikti dijelaskan bahwa loncat jabatan bisa dilakukan oleh Dosen dengan prestasi luar biasa. Prestasi luar biasa ini masuk kategori syarat khusus, setelah berhasil memenuhi syarat khusus publikasi loncat Jabfung tentunya.

Dalam bincang bersama Humas UNMUL, dipenghujung bulan April lalu, pasangan suami istri itu mengatakan raihan ini menjadi sebuah kolaborasi unik karena baru pertama kali ada dua Profesor yang berstatus suami istri dengan bidang ilmu dan proses yang sama dinobatkan menjadi Guru Besar di lingkungan civitas akademika UNMUL.

“Sampai pada ke jabatan Guru Besar dan berhasil loncat jabatan fokusnya ada pada penelitian. Karena proporsi penelitian itu cukup tinggi. Oleh karena itu, sejak pulang sekolah S3 di tahun 2011 saya mulai aktif untuk terus meriset. Kalau kita mau naik jabatan itu, tentunya kita harus fokus. Dari fokus penelitian itu  menghasilkan HKI, buku dan lainnya. Sedangkan, untuk naik jabatan dan lompat itu kan ada aturannya, salah satunya adalah minimal punya empat artikel jurnal internassuaional bereputasi,” ungkap Prof. Nurhasanah.

Selain aktif mempublikasikan jurnal internasioanal sebanyak – banyaknya, keduanya juga membagikan tips agar para peneliti harus selektif dalam memilih tempat-tempat untuk publikasi dikarenakan proporsi penelitian menjadi indikator penting saat melakukan loncat jabatan.

“Untuk sampai menjadi Guru Besar bahkan bisa hingga loncat jabatan kriteria penelitan harus menjadi fokus kita. Proporsi penelitian lebih besar dari pendidikan. Karena lebih besar, maka fokus kita kearah penelitian. Sejak saya pulang sekolah, kami mulai aktif untuk mengejar kegiatan dengan penelitian,” serunya.

Sementara itu, dari pandangan Prof Widi, fokus dan konsisten berada pada jalur bidang ilmu keahlian, perlu dilakukan para peneliti agar mempercepat proses sampai pada Guru Besar. Diakuinya, dalam proses pengurusan Guru Besar sangat penting membangun budaya meneliti.

“Berada pada jalur keahlian yang kita inginkan mutlak diperlukan, karena jika banyak kesana kemari biasanya kurang fokus dan itu merupakan penilaian atau akan mendapatkan feedback yang kurang baik dari para reviewer. Oleh karena itu, merupakan suatu pelajaran juga buat kita semua bahwa kita harus fokus pada bidang yang kita tekuni. Misalnya kita ingin menjadi Guru Besar maka kita harus arahkan Riset semuanya ke sana,” tutur Kepala UPT Layanan Internasional UNMUL ini.

Satu hal penting ditambahkannya, para Dosen penting sekali untuk memiliki kekuatan untuk selalu meningkatkan cara menulis. Dengan terbiasa menulis dari hasil penelitian akan mempermudah proses merengkuh Guru Besar.

“Karena kita dari awal-awal dulu masih sering belajar gitu ya akhirnya lama-kelamaan karena terbiasa menulis terbiasa meneliti akhirnya kualitas tulisan kita Itu akan juga akan mempermudah dalam memenuhi syarat naik jabatan akademik,” urainya.

Memiliki luaran yang cukup banyak dan signifikan pada tahun 2016 – 2017 menjadi momentum untuk melalukan loncat jabatan bagi Prof. Nurhasanah.

“Berbagai aturan loncat jabatan saya penuhi dan kumpulkan, fokus hingga akhirnya dapat sejalan untuk melakukan loncat jabatan. Aturan loncat jabatan sudah diimplementasikan Kemendikbudristek sejak tahun 2019. Dengan syarat yang lebih ketat dibandingkan jalur reguler,” tuturnya.

Memilih jurnal internasional yang kredibel dan bereputasi internasional merupakan hal penting juga agar diperhatikan jelasnya.

Sedangkan bagi sang Suami, memiliki jumlah publikasi internasional yang cukup banyak didukung dengan adanya aturan baru dapat mengambil loncat jabatan dianggap menjadi peluang serta kesempatan tersendiri untuk melakukan akselerasi pada posisi jabatan akademiknya.

“Ketika saya berangkat sekolah S3 lalu, saya sudah pada posisi Lektor 3D, dan ketika pulang saya ingin mengajukan kenaikan pangkat ke Lektor Kepala. Namun saat itu saya melihat jumlah publikasi yang cukup banyak serta adanya aturan baru tentang loncat jabatan. Jadi pengajuan ke Lektor Kepala sementara saya tunda saat itu, dan kemudian saya menambah jumlah jurnal dan mengejar gelar Guru Besar,” bebernya.

Dalam perspektif lebih luas, keduanya memiliki pandangan tersendiri mengenai peningkatan raihan Guru Besar di Indonesia yang kurang signifikan. Presentase Guru Besar yang masih kurang di negara ini menurut hematnya berkaitan dengan aturan yang sering berubah. Kendala yang ditemui salah satunya ketidaksepahaman jurnal internasional yang bereputasi.

Serta diantaranya tidak memiliki penelitian yang bisa mengarah pada nilai – nilai kebaruan pada bidang yang diteliti, yang mana hal tersebut membutuhkan banyak biaya. Begitu pula yang cukup mendasar yakni belum terpenuhinya persyaratan utama untuk mendapatkan Guru Besar adalah jurnal internasional bereputasi.

“Kebanyakan para pengaju belum mengerti bagaimana mengajukan jurnal yang baik seperti apa. Akhirnya mereka mempublish pada jurnal abal – abal sehingga gagal mengajukan, selain budaya meneliti dosen di Indonesia yang masih rendah. Jika diluar negeri presentase meneliti lebih besar dari pada mengajar bagi para Dosen,” pesannya.

Pesan motivasi dan harapan dari pasangan peneliti buah lokal dan padi lokal ini, pembuktian cara cepat meraih jabatan akademik tertinggi dapat menjadi semangat serta dapat diikuti para civitas akademika di UNMUL. Potensi para Dosen di UNMUL untuk menjadi Guru Besar cukup besar sebutnya, mengingat saat ini jumlah Doktor di Kampus Gunung Kelua sudah cukup banyak.

Fokus menjadi salah satu tips menurut Prof Widi, diikuti dengan menggali produktivitas riset dengan cara membentuk kelompok riset. Jika tidak mendapatkan bantuan hibah riset dari pusat, ia pun menyarankan dukungan dari pihak Universitas untuk mempercepat akselerasi.  

“Saya yakin UNMUL sangat berpotensi karena presentase Dosen bergelar S3 saat ini dan posisi Lektor Kepala sudah sangat tinggi. Hal ini sudah sangat potensial tinggal beberapa langkah lagi. Dengan semakin banyaknya jumlah Guru Besar di UNMUL, akan memberikan multiplayer effect yang besar pada hal capaian Kampus, ini yang harus menjadi perhatian kita bersama,” seru alumni UNMUL ini.

Konsisten berkecimpung di dunia penelitian, diharapkan Prof. Nurhasanah berlaku bagi setiap Dosen. Diksi tersebut diutarakannya, karena menjadi seorang Dosen tentunya harus menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi yang salah satu diantaranya adalah penelitian.

“Pendidikan bisa berkembang dengan melakukan penelitan. Jika kita tidak melakukan penelitian, maka apa yang diajarkan hanya teori – teori lama yang terus terulang. Melalui penelitian, kita dapat mengajarkan ilmu – ilmu baru yang lebih update berbuah dari penelitian,” tegasnya.    

Bahkan saat ini disampaikannya, para Dosen boleh mengajukan mata kuliah berbasis riset dari penelitian yang sudah ia lakukan untuk dikaji dalam mata kuliah tertentu. “Itulah besarnya peran penelitian ditekankan dalam pengembangan keilmuan sebuah universitas,” sambungnya.

Setiap Dosen sarannya, dapat memiliki roadmap tersendiri yang akan dikerjakan bersama mahasiswa bimbingan. Agar terarah, dan semuanya itu berkaitan pula dengan roadmap Prodi sampai tingkat Universitas, sehingga visi universitas bisa di breakdown di dalam penelitian – penelitian yang dilakukan para Dosen dan visi universitas bisa terwujud.

“Dari penelitian akan melahirkan publikasi dan publikasi itulah nanti yang akan menghantarkan kita secara tidak langsung ke jabatan akademik yang kita inginkan. Jika setiap Dosen fokus pada hal itu pasti dia akan dengan mudah meraih jenjang Guru Besar,” jelasnya.

 

Awal Bertemu di Program Magister PTN Serupa, Hingga S3 di Jerman Dijalani Bersama

Melanjutkan studi dari S1 ke jenjang S2 dari program beasiswa dan Kampus yang sama, menjadi awal pertemuan pasangan Dosen muda ini. Di tahun 1998, Prof. Widi menceritakan, setelah lulus tahun 1997 dari Faperta UNMUL, dengan dukungan beasiswa dirinya menempuh Program Magister di Institut Pertanian Bogor (IPB), bidang studi Bioteknologi.

“Awal bertemu di IPB, Prodi berbeda namun mendalami bidang yang serupa. Dari program beasiswa yang sama dan sering bertemu di beberapa mata kuliah dan jodohnya bertemu disana,” kata Prof. Nurhasanah.

Tidak hanya setelah mendapatkan predikat master di IPB, setelah menikah pada tahun 2001, kebersamaan pasangan yang dikaruniai empat orang anak ini terus berlanjut hingga jenjang gelar akademik tertinggi yaitu Program Doktor.

Saat tahun 2006 tersebut, keduanya bahkan berjuang bersama dengan turut serta membawa dua orang putra yang masih kecil ke Georg-August University of Goettingen, Jerman, tempat mereka melanjutkan studi Strata 3.

“Perjuangan hidup yang harus kami lalui bersama saat itu, dengan membawa dua orang balita, kami berdua harus dengan baik menempuh pendidikan di Jerman. Bahkan anak ketiga kami lahir disana menjelang studi kami selesai,” kenangnya yang juga mengapresiasi perlindungan dari Pemerintah Jerman kepada mahasiswa luar negeri yang menempuh ilmu di Negara Eropa tersebut. (hms/frn)

 

Link Terkait:

Profil Prof. Widi Sunaryo, S.P., M,Si., Ph.D

Profil Prof. Dr. sc. agr. Nurhasanah, S.P., M.Si

Published Date : 12/05/2022 12:59:00