Benar saja, Indonesia pernah nyaris mati dan hampir tak punya identitas diri. Penjajahan dirasa abadi dalam keseharian rakyat yang seolah menunggu mati di lumbung padi, bernafas tapi tidak bebas. Berlari tanpa berdiri dan berteriak di ruang hampa. Penjajahan mengebiri potensi Indonesia bagi rakyatnya.
Saat itu, berangkat dari rasa peduli dan kegelisahan yang sama, kaum muda berkonsolidasi untuk menyulam kepingan semangat dari seluruh penjuru nusantara. Cikal bakal pejuang Indonesia terlahir dari kegelisahan yang sama walau dengan perbedaan dimana-mana. Ini salah satu bukti bahwa satu persamaan adalah antitesa dari perselisihan antar golongan dan kepentingan dalam kehidupan berbangsa.
Di sisi lain, medan perang adalah pilihan untuk mengunduh kepercayaan dari Yang Maha Kuasa, bahwa keburukan harus ditumpas habis tanpa sisa. Indonesia pernah sakit seolah tak akan pernah sembuh dari tubuh yang penuh lebam dan terluka. Masa itu, pemuda adalah bara api yang menghangatkan semangat generasi tua dari seluruh penjuru Nusantara, membakar jiwa persatuan Indonesia yang membeku dalam cengkaraman keangkuhan.
Akhirnya, Indonesia mampu merdeka dan bangkit dari keterpurukan. Rasa senasib dan sepenanggungan bukan faktor utama. Rasa sakit dan gelisah adalah keniscayaan yang seolah menyatukan Indonesia. Masa sempit dan sakit menggambarkan sebuah pertanda kehadiran gejolak batin yang bergelora dalam setiap dada. Mereka telah bersumpah setia pada tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia.
Waktu menyebut mereka sebagai pahlawan. Mereka tetap erjuang walau tak selalu menang. Bahkan harus bertarung dalam situasi tak imbang, hanya bermodalkan semangat optimisme Indonesia harus merdeka. Saat itu, gagasan perlawanan dianggap tak mungkin. Jika membandingkannya dengan fasilitas penguasa yang menindas serta kaum munafik bertebaran dimana-mana, kemerdekaan hanya khayalan belaka.
Mereka menolak untuk menyerah pada keterbatasan dan ancaman. Indonesia tak menjanjikan kebahagiaan dan ketentraman saat itu, namun masih saja Indonesia memiliki alasan untuk diperjuangkan. Hal ini mengingatkan kita bahwa harta terakhir seorang manusia berbentuk keyakinan, bahwa yang tak ternilai adalah proses berjuang. Bukan hasil akhir yang multidimensi tafsirannya.
Identifikasi sosok pahlawan era modern saat ini sudah nyaris menemukan titik jenuhnya. Banyak yang tampil beda hanya untuk menunjukkan eksistensi dan keberadaannya. Entah dengan kontroversi atau bahkan menentang regulasi. Tak peduli opini dan asumsi dari imajinasi publik terhadap narasi yang dibawa. Semuanya tampil bak pahlawan menjual retorika usang bertopeng kemerdekaan. Perubahan selalu menjadi impian walau sebenarnya kesadaran issue kesetaraan yang dibawa nyaris selalu meninggalkan ketidaksempurnaan. Keadilan memang tak menjanjikan kebahagiaan dalam perjuangannya, namun ia menyisakan rasa manis dalam setiap ingatan dalam meneteskan keringat, darah dan air mata.
Absurdnya sosok pahlawan dalam benak manusia modern, memaksa prinsip relativisme muncul kembali ke permukaan. Issue pluralisme menjadi saudara kembar dari liberalisme yang konon menjelma menjadi musuh bersama. Hal ini harus ditentang oleh generasi muda. Ya. Generasi muda yang diramal menawarkan masa depan. Kekosongan peran yang semakin mengkhawatirkan, seolah mengindikasikan bahwa perjuangan ideologis telah pupus dari rekam jejak dan goresan tinta yang saat ini tengah dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai pejuang.
Berterus teranglah wahai calon pahlawan ! Tidak ada abu-abu dalam pertarungan hitam dan putih. Sebab abu-abu tak akan berarti apa-apa. Visi ideologis harus terpatri tajam dalam jiwa generasi muda. Pilihlah langkah yang tepat sebab konsekuensi tak pernah salah memilih tempat.
Pahlawan bukan dimensi jabatan atau pemenang dari sebuah peperangan. Pahlawan adalah sebuah manifestasi gelar kesetiaan yang tertuang romantis dalam peran dan kesungguhan. Ia mampu menerjemahkan rasa sakit sebagai simbol transformasi perjuangan dan alarm kemerdekaan yang membangunkan jiwa petarung rakyat dari tidur panjangnya. Bangkitlah ! Ubah rasa sakit sebagai amunisi untuk mengubah haluan bangsa dan buat Indonesia kembali berdiri gagah dengan segenap keterbatasan dan kelebihannya.
Selamat Hari Pahlawan !
@TeguhbinSabar
Presiden BEM KM Unmul 2016
Published Date : 10/11/2016 00:00:00