Digitalisasi Pengajaran Speaking di Masa Pandemi


Oleh

Aries Utomo, M.Pd.

Dosen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

 

Dalam bahasa Indonesia, speaking memiliki arti berbicara. Jika melihat fungisnya dalam kehidupan sehari-hari, speaking memegang peran penting dalam komunikasi menyampaikan sebuah pesan dari penutur kepada pendengar sebagai lawan bicara. Hal ini diartikan oleh Brown dalam Burns & Joyce (1997) “Speaking is an interactive process of create meaning that implicate producing and receiving and processing information” dimana bisa diartikan bahwa speaking adalah adalah sebuah proses interaktif menghasilkan yang berimplikasi pada produksi, menerima, dan memproses informasi makna.

Selain itu, Thronbury (2005) menambahkan bahwa speaking merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan dimana rata-rata orang memproduksi hamper puluhan bahkan ribuan kata dalam sehari, walaupun orang seperti pedagang atau politisi bisa memproduksi lebih dari itu. Sehingga, bisa dikatakan bahwa tanpa speaking, adalah hal mustahil terjadinya komunikasi yang efektif dan efisien.

Didalam dunia pendidikan, speaking diajarkan dengan tiga keterampilan Bahasa lainnya secara terintegrasi. Dalam prakteknya, pengajaran speaking sering mendapat kendala dikarenakan keterbatasan kosa kata, ide, dan bahkan perasaan gugup. Hal ini diperjelas oleh Khunaifi (2015) dalam artikelnya dimana dia mengelompokkan permasalah speaking dalam 3 kategori, yaitu:

  1. Persiapan untuk speaking kesulitan dalam kosakata, frase atau kalimat gramatikal, dan ide
  2. Dalam proses pembelajaran kesulitan dalam alokasi waktu untuk menjawab dan mengajukan pertanyaan serta kosaata dan tatabahasa kekurangan.
  3. Pasca speaking kesulitan bahwa Bahasa Inggris dan Indonesia berbeda dan siswa tidak suka berbahasa Inggris.

Hal ini pun diperjelas lagi oleh Brown (2000) mengelompokkan hal-hal yang menjadikan spaking sulit, yaitu: (1) Clustering, (2) Redundancy, (3) Reduced forms, (4) Performance variables, (5) Colloquial language, (6) Rate of delivery, (7) Stress, rhythm, and intonation, dan (8) Interaction. Selain itu, Brown juga mengkategorisasisikan types of speaking performance: (1) Imitative berfokus pada beberapa element tertentu dari bentuk bahasa, (2) Intensive berfokus pada bagaimana mempraktekkan beberapa aspek fonologi dan tata bahasa dari sebuah bahasa, (3) Responsive berfokus pada stimulasi dalam berbicara, (4) Transactional berfokus pada bagaimana mengajak peserta didik untuk terlibat dalam percakapan, (5) Interpersonal berfokus pada bagaimana fitur-fitur sebagai hubungan dalam percakapan digunakan, dan (6) Extensive berfokus pada bagaimana bentuk dalam pengulangan percakapan, merangkum, bahkan dalam percakapan pendek.

Apalagi, kita sedang berada dalam pandemi seperti ini dimana kegiatan belajar dan mengajar diharuskan dari rumah masing-masing. Tentu saja, ada perubahan pola pengajaran dari synchronous (tatap muka di kelas) ke asynchronous (tatap muka secara virtual). Menurut saya, ada banyak platform digital yang bisa digunakan untuk pengajaran speaking tersebut, meskipun tidak harus bertatap muka secara langsung.

Terlebih lagi, perkembangan platform di zaman ini sangatlah banyak dan cepat menyesuaikan kebutuhan. Pastinya pun, peserta didik akan sangat mudah untuk menggunakannya dan senang. Saya mencatat ada beberapa platform, seperti YouTube, Instagram, Telegram, Facebook, WhatsApp, dan Zoom. Namun, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam, tentunya semua platform tersebut tidak serta-merta bisa digunakan sacara merata di seluruh Indonesia. Saya memberi alternatifnya, yaitu pengajarannya bisa menggunakan media VCD (Video compact Disc), tape recorder, atapun jika memang diharuskan tatap muka, itu pun bisa dilaksanakan dengan tetap mengutamakan penggunaan masker dan duduk berjarak sesuai protocol kesehatan yang ditetapkan.

Tetapi tentu saja, ada prinsip pengajaran speaking yang harus diutamakan seperti penjelasan Brown (2001), yaitu:

  1. Fokus pada kelancaran dan akurasi, tapi tergantung lagi pada keobjektianmu
  2. Memberikan teknik motivasi intrinsic
  3. Mendorong penggunaan Bahasa autentik dalam konteks bermakna
  4. Memberikan umpan balik dan pembenaran yang tepat
  5. Menggarisbawahi pada hubungan alamiah antara speaking dan listening
  6. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berkomunikasi oral
  7. Mendorong pengembangan strategi speaking.

Jika melihat dari penggunaan yang telah dilakukan dikelas, saya mempunyai pegalaman dalam penggunaan Instagram untuk pengjaran speaking. Saya mendesain pengajaran tersebut dimana perserta didik diharuskan merekam pembicaraanya menggunakan Bahasa Inggris sesuai topik yang ditentukan dalam waktu 1-2 menit setiap minggunya. Kemudian, rekaman tersebut diupload ke Instagram ditambah dengan nama, NIM, dan topik yang dibahas. Tak lupa pula, diberi hastag #8meetingsspeakingchallenge.

Awalnya memang terlihat seperti memaksa, namun dengan strategi pengajaran seperti hal tersebut, peserta menjadi termotivasi dan semakin percaya diri untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris, terlebih lagi ada umpan balik dari netizen yang melihat video tersebut, sehingga interaksi antar pengguna dan netizen pun terjadi. Selain itu, hal sama pun saya lakukan dengan memanfaatkan YouTube dalam pengajaran speaking. Peserta didik diharuskan merekam satu topik bebas selama 1-3 menit, kemudian diupload di YouTube melalui satu akun channel khusus yang telah ditentukan oleh pengajar.

Melalui pengajaran sederhana seperti itulah, saya dapat menyimpulkan bahwa pengajaran speaking yang awalnya menyulitkan akan menjadi menyenangkan terlebih lagi ada sisi motivasi untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka melalui digital media. Memang kita perlu sadari, keputusan untuk mendigitalisasi pengajaran seperti ini pasti ada kekurangannya, namun alangkah baiknya kita sebagai pendidik bisa lebih bijak dan tepat dalam mengambil keputusan ini terkait apa dan bagaimana bentuk digitalisasi pengajaran speaking yang akan diterapkan. Sebuah kutipan dari Jim Henson mengatakan “Kids don’t remember what you try to teach them. They remember what you are”. Semoga bermanfaat!

 

Referensi:

Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy (2nd edition). New York: Longman.

Thronbury, Scott.2005. How to Teach Speaking. New York: Pearson.

Published Date : 30/11/2020 23:59:00