Oleh : Dr. Bohari Yusuf., M.Si*
Quo vadis adalah sebuah kalimat dalam bahasa latin yang terjemahannya secara harfiah berarti "Ke Mana Engkau Pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif kisah Petrus (https://id.wikipedia.org/wiki/Quo_vadis). Jika pertanyaanya adalah ‘’Kemana Engkau Pergi’’ tentu setidak-tidaknya harus memahami “dari mana engkau berangkat”, kalau tidak, khawatir informasi yang disampaikan tidak akan nyambung secara logis.
Setuju atau tidak, Universitas Mulawarman masih yang terbesar dan terbaik, setidaknya di Kalimantan. Terbesar dari jumlah mahasiswa yang menghampiri 37 ribu orang, dan terbaik karena satu-satunya perguruan tinggi di Kalimantan yang terakreditasi A. Bahkan Unmul adalah Perguruan Tinggi ke-2 di Indonesia Timur yang meraih Akreditasi A setelah Unhas. Setelah itu menyusul UNM (Makassar), Unsrat (Manado) dan UNG (Gorontalo). Tidak banyak memang, saat ini hanya 5 di Indonesia Timur. Akreditasi (AIPT) adalah faktor utama yang harus dipercaya tentang keberhasilan sebuah institusi, karena penilaiannya dengan indikator yang sangat komprehensif.
Pemeringkatan lainnya seperti Webometrics adalah subyektif berbasis Website saja tanpa visitasi, atau versi Kemenristek & Dikti sekalipun yang menempatkan Unmul pada posisi 52 dari lebih 4900 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia (toh masuk 100 besar Indonesia adalah juga prestasi membanggakan), masih subyektif, karena sifatnya administratif berdasarkan data yang di-input.
Boleh juga kita ambil versi dunia lainnya yaitu versi 4ICU (For International Colleges And Universities), menempatkan Unmul pada posisi 58, tertinggi di Kalimantan di atas Untan (62), ULM/Unlam (85), bahkan lebih tinggi dari Untad (61), UNM (68), UNJ (78), UNG (83), UHO (87), Undana (93). Sesungguhnya jika ingin melihat peringkat dunia secara objektif, seharusnya merujuk ke QS (Quackquarelli Symonds) World University Rankings, karena metodologi dan parameternya lebih jelas bahkan dikategorikan by subject (arts & humanities, engineering & technology, life science & medicine, natural sciences, social sciences & management). Tetapi berbicara peringkat Unmul ini, tergantung pada tendensi penulisnya, dan sejauh mana penulis memahami, memiliki dan mendalami data yang obyektif, tidak hanya sekedar ‘mencomot’ dari internet.
Kembali ke Quo Vadis, penulis ingin mengajak untuk melihat data secara obyektif dan faktual, setidaknya mengajak pembaca untuk ‘bertamasya’ melihat unmul 5 tahun terakhir dengan base line data tahun 2013, kemudian membandingkan secara kuantitatif dengan data capaian akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018.
Dari sisi infrastruktur, sejak berdirinya tahun 1962, setelah 53 tahun kemudian, yaitu baru pada tahun 2015, Unmul memiliki lahan milik sendiri, paling tidak untuk 4 kampus utama (Gunung Kelua, Flores, Banggeris, Teluk Dalam, sebelumnya lahan Unmul atas nama Pemerintah Provinsi Kaltim). Konsekwensinya, Unmul langsung mendapatkan pendanaan (segar) berupa Loan dari Islamic Development Bank senilai USD 51 Juta (hanya pernah terjadi di tahun 1997-2000, OECF Jepang), yang akan membiayai kegiatan soft dan hard program.
Ground breaking untuk hard program akan dilakukan pada bulan Juli 2018 dan akan dibangun 7 gedung canggih, satu diantaranya adalah Integrated Laboratory, sebuah Smart Building yang di dalamnya terdapat peralatan riset terlengkap di Kaltim dan Kaltara. Di dalamnya kita akan menemukan mikroskop elektron (Scanning Electron Microscope), Computer Super-Cepat (High Performing Computing), Kromatografi super-canggih (GC/LC MS/MS), dan peralatan riset lainnya.
Pada tahun 2013 didapatkan warisan 16 gedung mangkrak dari APBD Kaltim, dimana saat ini perlahan diselesaikan dengan APBN dan tersisa 12 gedung yang terus diperjuangkan penyelesaiannya. Kenapa gedung mangkrak tidak diselesaikan dengan dana Loan IDB ? Karena dana Loan (khususnya Lender IDB) tidak diperuntukkan bagi penyelesaian atau rehabilitasi gedung yang tidak satu program atau paket dengan dana Loan tersebut.
Jumlah Program Studi di Unmul saat ini adalah 91 terdiri atas 62 Program Studi S1, 13 program S2, 4 Program S3, 7 Program D3 dan 5 Program Profesi. Jika dibanding tahun 2013 yang hanya memilik 61 program studi, perkembangan program studi mengalami kenaikan 44.4% pada tahun 2018. Akreditasi program studi juga mengalami peningkatan signifikan dimana pada tahun 2013 terdapat 41,18% yang terakreditasi A atau B saat ini sudah menjadi 60.68% (kenaikan 19,5%).
Trend program studi untuk semakin unggul terlihat dari diperolehnya akreditasi A pada 2 program studi (peternakan dan pendidikan fisika) yang akan disusul oleh program studi lainnya, dimana pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada. Selain program studi, UPT Perpustakaan Unmul juga sudah meraih akreditasi A.
Ditinjau dari produktifitas riset, Unmul masih yang terbaik di Kalimantan. Rilis Scopus per 27 Februari 2017 menempatkan Unmul pada posisi 32 produktifitas riset terindeks scopus di Indonesia (dari 4.900 PT), jauh di atas Untan Pontianak (45) dan ULM Banjarmasin (48). Trend produktifitas publikasi bereputasi internasional ini meningkat jauh dari 79 publikasi pada tahun 2013 menjadi 251 publikasi pada awal tahun 2018 (atau naik 218%). Kualitas publikasi dosen Unmul di Scopus dapat dilihat dari banyaknya sitasi yang mengalami kenaikan sangat signifikan dari 278 sitasi pada tahun 2013 menjadi 999 visitasi pada Triwulan I tahun 2018.
Kinerja sistem informasi tidak dapat dilihat hanya dari ranking Webometrics, sebab parameternya sangat tidak jelas, tanpa visitasi dan hanya berdasarkan website, meskipun website unmul.ac.id saat ini sudah dengan tampilan terbaik dalam 2 bahasa. Saat ini sistem informasi terpadu sudah dimiliki dengan nama SATU UNMUL (Sistem Aplikasi Terpadu Unmul), disamping memiliki aplikasi berbasis android satu-satunya di Kalimantan yaitu Unmul Mobile hasil kerjasama dengan Telkomsel.
Saat ini 85% pelayanan administrasi akademik mahasiswa sudah terkoneksi on-line, yang sebelumnya masih sangat minim. Yang terpenting lagi bahwa saat ini bandwidth di kampus sudah mencapai 1,3 GB yang didistribusi melalui jaringan fiber optik, yang sebelumnya pada tahun 2013 hanya 123 MB. Melalui IDB Project akan dibangun ICT Center yang akan mengendalikan sistem informasi terpadu dan juga pembelajaran jarak jauh.
Aspek kemahasiswaan tidak hanya semata-mata dilihat dari pemeringkatan versi dikti yang notabene karena terjadi kesalahan teknis administrasi penginputan data. Sebab untuk Triwulan I tahun 2018 saja, sudah dicapai 8 prestasi internasional mahasiswa, dimana pada tahun 2013 tidak pernah ada. Di tingkat nasional dicapai 22 prestasi nasional yang cukup membanggakan pada tahun 2017. Kepedulian kepada mahasiswa juga dapat dilihat dari alokasi beasiswa bidikmisi yang meningkat signifikan dari Rp. 8,4 Milyar tahun 2013 menjadi Rp. 12,3 Milyar tahun 2018 atau meningkat 46.6%. Demikian juga halnya beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) meningkat dari Rp. 5,5 Milyar pada tahun 2013 menjadi Rp. 7,4 Milyar pada tahun 2018 (peningkatan 34%).
Popularitas Unmul di kalangan calon mahasiswa di Kaltim dan Kaltara sudah hampir 100%, artinya semua siswa kelas 12 di Kaltim dan Kaltara sudah mengenal Unmul selaku institusi pendidikan tinggi. Dari semua siswa kelas 12 yang berminat melanjutkan pendidikan di dalam daerah (Kaltim dan Kaltara) minat masuk ke Unmul adalah sangat tinggi, tetapi Unmul hanya mampu menerima sekitar 40% dari peminat. Minat calon mahasiswa dari luar Kaltim dan Kaltara juga sudah cukup tinggi, khususnya dari daerah tertentu (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dll) tentu dengan alasan yang beragam. Bahkan setiap tahun, Unmul menerima mahasiswa Dharmasiswa dari Luar Negeri untuk belajar selama satu tahun (tahun 2015-2018, puluhan mahasiswa dari Thailand, Australia, Belanda, Lithuania, Papua Nugini, Maroko, Tunisia, Suriah, Nigeria). Jadi argumentasi ini sekaligus membantah bahwa minat masuk Unmul rendah.
Justru sebaliknya, saat ini Unmul sudah melakukan pengetatan dan mengurangi kuota penerimaan mahasiswa baru jenjang S1 dan D3 dari 10.636 orang pada tahun 2013 menjadi hanya 6.408 orang pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2017. Penurunan angka ini jangan ditafsirkan sebagai menurunnya animo masuk Unmul, tetapi adalah upaya Unmul dalam peningkatan kualitas melalui perbaikan nisbah dosen-mahasiswa dan nisbah sarpras-mahasiswa.
Parameter terpenting yang perlu mendapatkan perhatian adalah aspek pendanaan. Tahun 2018, Unmul adalah instansi vertikal di Kaltim yang tercatat memiliki DIPA tertinggi, lebih dari Rp. 400 Milyar. DIPA ini terdiri atas APBN (dari negara) dan PNBP (dari masyarakat). Peningkatan sangat signifikan terjadi pada semua sektor, contohnya, kinerja kualitas kerjasama dan networking universitas dapat dilihat dari peningkatan penerimaan anggaran PNBP Non Tuition dari hanya Rp.13 Milyar pada tahun 2013 menjadi Rp.38 Milyar pada tahun 2017. Kinerja hubungan dengan pemerintah pusat dapat dilihat dari peningkatan anggaran BOPTN dari Rp. 26,2 Milyar pada tahun 2013 menjadi Rp. 35,1 Milyar pada tahun 2018, demikian juga halnya dengan rupiah murni APBN dari Rp.175.2 Milyar menjadi Rp. 220.2 Milyar.
Bagaimana dengan kualitas lulusan? Jika kualitas lulusan dilihat dari alumni, maka dari masa ke masa, kualitas lulusan Unmul tidak untuk diragukan, bukti nyata di lapangan sudah jelas. Alumni Unmul sudah berkiprah diberbagai bidang, ada Gubernur, Bupati, Walikota, anggota DPR, Sekretaris Daerah, Pengusaha sukses dan lain-lain. Jika menginginkan angka-angka, maka beberapa angka yang dapat dilihat adalah masa tunggu kerja setelah lulus (tracer study) adalah 4,4 bulan, rataan IPK S1 adalah 3,31, rataan lama studi S1 adalah 4 tahun 9 bulan, dan angka efisiensi edukasi 14,1%.
Lalu bagaimana dengan Quo Vadis ? Jika melihat data, fakta dan angka yang ada, melihat trend peningkatan yang signifikan, melihat parameter-parameter lainnya yang tidak dapat dituangkan lebih banyak dalam tulisan ini, maka adalah tidak berlebihan jika penulis menyatakan bahwa kondisi saat ini adalah The Best Performance Ever untuk Universitas Mulawarman. Bukan berarti tanpa cela dan celah yang memerlukan pembenahan, masih cukup banyak yang harus dibenahi.
Tetapi jika ingin menjawab pertanyaan Quo Vadis? maka jawabannya adalah sudah On The Right Track, karena cenderung ke arah yang semakin baik dengan indikator utama dari akreditasi C pada tahun 2013 menjadi akreditasi A pada tahun 2017. Di dalam akreditasi (AIPT) itulah terdapat semua penilaian secara komprehensif.
Keberhasilan ini, tentu bukan prestasi Rektor seorang, tetapi prestasi semua pihak secara kolektif. Unmul tidak membutuhkan ‘superman’, tetapi mengandalkan ‘super-team’ yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Mulai dari cleaning-service hingga top-management merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, dimana dosen dan mahasiswa menjadi salah satu faktor penting yang menentukan.
Tentu sebagai komunitas yang sangat kompleks, ada saja pihak yang kurang setuju dengan pendapat ini, tetapi hendaknya opini yang disampaikan sebagai hak kebebasan mimbar apalagi melalui media massa mainstream dan juga media sosial, harus di dukung dengan data, fakta dan angka yang dapat dipertanggunjawabkan. Apalagi jika opini disampaikan oleh seorang dosen berpredikat Assessor tentu sangat memahami betapa banyaknya hal yang seharusnya dilihat untuk menilai sebuah universitas sebesar Universitas Mulawarman, dan yang terpenting adalah bagaimana dan bahasa apa yang harus disampaikan sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi dan terkesan tendensius. Semoga Unmul semakin maju menjadi Center Of Excellence For Tropical Studies melalui kerja cerdas, kerja keras, kerja ikhlas dan kerja sama.
*Penulis adalah Wakil Rektor IV Unmul, Dosen pada Program Studi Kimia (S1 dan S2), pendidikan terakhir S3 Jurusan Kimia & Mikrobiologi Air di Universite de Pau et des Pays de l’Adour, France.
Published Date : 30/05/2018 12:15:00